Selasa, 16 Juni 2015

POTLUCK DI RUMAH LUKI



       Heboh! Luki melongo melihat dapur pagi ini. Dia baru saja turun dari kamarnya di lantai dua, dan mau sarapan.
           “Goeden morgen, anak ganteng!” Mama melempar senyum sambil mengelap butiran keringat di dahinya. Celemeknya yang bergambar kincir angin tampak agak belepotan noda.
          “Mama tumben pagi-pagi masaknya serius gini..?” Luki bertanya keheranan.
    Dia melongokkan kepala ke arah panci besar di atas kompor. Hmm.. kuah kecoklatan agak kental nan harum. Tak salah lagi.. Coto Makassar! Lekker..
      Tapi aneh. Biasanya di pagi hari menu yang tersedia adalah roti tawar dengan selai stroberi atau keju kesukaan Luki. Plus sekotak susu Chocomell di atas meja makan. Kalaupun agak beda, paling nasi goreng atau mie goreng plus omelet. Tapi...  Coto Makassar..??
         “Eit, jangan dulu.. Itu belum matang!” seru Mama.
   Luki mengurungkan niat menyendok kuah coto. Tapi tetap saja tangannya mencomot satu potongan daging sapi yang sudah Mama sisihkan di mangkok.
         “Memangnya mau ada acara, ya Ma?”
         “Iya, nanti siang ada potluck di rumah kita.”
    Hmm, potluck? Apa itu..? Luki tak punya cukup banyak waktu untuk bertanya pada Mama. Bunyi “tit-tit” dari jam tangannya mengingatkan Luki untuk segera berangkat. Dia tak mau ketinggalan trem dan terlambat tiba di lapangan sepakbola. Semenjak tinggal di Belanda, mau tak mau Luki belajar untuk lebih tepat waktu, mengikuti budaya warga Belanda yang terkenal disiplin.

         Siangnya saat Luki kembali dari berlatih bola, rumahnya telah ramai. Banyak teman Mama dan Papa yang datang, bersama anak-anak mereka.
          Ada kakak beradik Rafael dan Caitlin, si kembar Harry dan Danny, si jangkung Ryan dan si pirang Wesley. Teman-temannya itu berwajah seperti bule. Ya, karena mama-mama mereka orang Indonesia yang menikah dengan orang Belanda.
         Ada pula Bagas, Sekar, Bastian, Laras dan Ferdi , teman-temannya yang Indonesia asli. Sama seperti Luki, mereka ikut orang tua yang sedang menuntut ilmu di negeri Belanda.
        Wah, ramai sekali rumah Luki siang itu. Seru! Anak-anak, ibu-ibu dan bapak-bapak.
       Dan wow.. mata Luki terbelalak melihat bermacam-macam makanan yang terhidang di atas meja makan. Ada Coto Makassar yang tadi pagi sudah sempat dicicipinya sedikit. Lalu ada  ayam rica-rica. Rendang. Teri balado. Tahu dan tempe bacem. Bakwan jagung. Serasa sedang pesta di Indonesia!
        Apakah Mama yang memasak semua itu..? pikir Luki setengah takjub.
      Ting tong!
        “Luki, tolong bukakan pintu!” seru Mama yang sedang sibuk menata piring dan gelas bersama Tante Mirda.
         Ternyata yang datang adalah Tante Dewi. Beliau tampak kerepotan. Satu tangannya menggendong si kecil Bobi yang tertidur, sementara tangan lainnya memegang sebuah termos besar.
       “Biar saya bantu bawakan, Tante,” tawar Luki sopan.
      “Oh, terimakasih Luki. Tolong langsung dibawa ke ruang makan saja ya.”


        Tante Dewi mengangsurkan termos itu kepada Luki. Ups, berat juga ternyata. Luki sampai harus mengangkatnya dengan kedua tangan.
        Di ruang makan, Mama menyongsongnya.
         “Wah, ini dia kolaknya sudah datang. Kolak Tante Dewi paling lezat seantero Belanda,” kata Mama riang.
         Oh, jadi termos tadi isinya kolak bikinan Tante Dewi, pikir Luki. Berarti, makanan yang lain... Ah ya! Aku tahu sekarang, Luki menggumam dalam hati.
         “Pepes ikan datang...” suara berat Oom Jo membuyarkan pikiran Luki. Kedua tangannya menyangga pinggan berisi pepes-pepes yang terbungkus daun pisang. Aroma gurihnya menguar ke seluruh ruangan.
        “Nah, berhubung semua sudah hadir, dan hari sudah semakin siang, mari kita mulai saja acaranya,” kata Papa.
        “Tentu saja. Kita semua sudah kelaparan,” timpal Oom Jo sambil tertawa. Beliau berdiri dan mengambil posisi antri paling depan di dekat meja makan.
        “Tolong panggil dulu teman-temanmu yang masih main di halaman belakang, Luki,” kata Mama.
         “Oke Ma,” jawab Luki sambil beringsut mendekati Mama.
        “Jadi bukan Mama yang memasak semua ini kan?” bisiknya di telinga Mama.
        “Tentu saja bukan. Mama hanya memasak cotonya saja,” jawab Mama sambil tertawa kecil.

       Luki manggut-manggut. Mencoba menghubungkan semuanya. Coto Makassar masakan Mama. Kolak dari Tante Dewi. Pepes ikan bawaan Oom Jo. Ayam rica-rica, rendang, teri balado, tahu dan tempe bacem, serta bakwan jagung juga pasti buah tangan tamu yang lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar